Pernah bertanya-tanya belum, mengapa hewan-hewan yang ada di Australia begitu unik dan berbeda dari hewan di tempat lain di planet ini? Di negara tersebut, kita dapat menjumpai sejumlah besar spesies marsupial, serangga-serangga eksotis, bahkan beraneka ragam jenis ular. Terutama untuk kategori terakhir tadi, Australia dikenal luas karena keberadaan keragaman spektakuler ular-ulasannya.
Spesies ular yang mendiami benua paling kecil di dunia tersebut mencakup dua kategori: ular berbisa dan ular tidak berbisa. Ukurannya cukup beragam. Karena jumlah ular yang besar di Australia, penduduk setempat tampaknya telah terbiasa dengan kemunculan reptil ini di lingkungan perumahan mereka; oleh karena itu, banyak dari mereka mengetahui langkah-langkah apa yang harus diambil ketika bersua dengan spesifik jenis ular tertentu.
ternyata terdapat beberapa penyebab dibalik penemuan banyak jenis ular di Australia. Faktanya, hal-hal tersebut juga berkaitan erat dengan eksistensi binatang berbisa dan unik lainnya di tempat itu. Mau tahu informasi selengkapnya? Ayo, scroll layarmu ke bawah sekarang!
Tadi kita telah menyinggung bahwa ada begitu banyak jenis ular di Australia. Namun, tepatnya berapakah jumlah spesies tersebut? Untuk mempermudah pemahaman Anda, spesies ular di Australia pada dasarnya diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar: ular yang bertahan hidup di daratan serta ular yang tinggal di perairan laut.
Dari dua kategori itu, laman New South Wales Government melaporkan bahwa ada 140 spesies ular yang hidup di daratan dan 32 spesies yang menghuni lautan di sekitar Australia. Menariknya, mayoritas dari ular yang ditemukan di Australia ini merupakan ular berbisa dengan kadar racun yang berbeda-beda. Ada sekitar 100 jenis ular berbisa, tetapi hanya sekitar 12—25 spesies di antaranya yang mampu membunuh manusia.
Pada masa ketika Bumi hanya memiliki dua superkontinen, yakni Gondwana dan Laurasia, wilayah yang kemudian akan berkembang menjadi benua Australia masih menyatu dengan India, Afrika, serta Antartika dalam satu kesatuan Gondwana. Selanjutnya, pada perkiraan usia 100 juta tahun silam, ketika adanya gerak di kontinental Gondwana, Australia secara bertahap lepas dari potensi benua-benua tersebut seperti disebutkan oleh Kevin Arbuckle, seorang profesor bidang ilmu kehidupan dari Universitas Swansea. Di tahapan awal proses pembentukannya, kakek buyut ular-ular yang tinggal di daerah itu tidak serta-merta mendiami tanah Australia.
Dilansir Live Science, leluhur ular, terutama jenis berbisa, pertama kali tiba di Australia ketika benua tersebut telah sepenuhnya terbentuk. Ulang amat menikmati lingkungan di Australia dikarenakan variasi iklim dan ekosistem yang ada. Mulai dari gurun berpasir, hutan hujan tropis, savana, daerah monsun, sampai cuaca dengan suhu sedang dapat ditemui di seantero wilayah Australia. Kondisi inilah yang membuat spesies ular di negeri ini mampu berkembang biak dalam berbagai jenis habitat.
Hei, leluhur ular-ular tersebut tiba di Australia dengan merayap atau mungkin berenang melewati kepulauan yang membentuk sisa-sisa benua Asia. Karena mayoritas jenis ular di Australia termasuk dalam keluarga Elapidae, diyakini oleh banyak orang bahwa leluhurnya harus bisa berenang untuk sampai ke sana. Namun, Profesor David Adelson dari Universitas Adelaide menyebutkan bahwa sebagian pakar lain menduga bahwa beberapa nenek moyang ular ini justrus datang saat Australia masih terhubung langsung dengan benua-benua tetangganya sebagai satu daratan tunggal.
Tim Professor David menyampaikan hal yang cukup menarik berdasarkan penelitian mereka tentang leluhur ular di Australia. Terkait dengan jenis-jenis ular yang termasuk dalam kelompok Elapidae di benua ini, sejumlah gen ternyata didapatkan dari organisme lain. Menurut Penjelasan Professor David, pola genetik khas itu tidak hanya terdapat pada ular tetapi juga dapat ditemui pada ikan, landak laut, molusk, dan bahkan kura-kura.
Dilansir Science Daily Secara keseluruhan, terdapat sekitar 14 transposisi genetika baru yang didapatkan oleh famili Elapidae di wilayah Australia, termasuk delapan gen unik pada ular laut lokal di dekat Australia. Professor David dan timnya mencurigai bahwa nenek moyang ular tersebut menerima tambahan materi genetika ketika bermigrasi ke daratan Australia melalui perairan. Temuan ini semakin menguatkan hipotesis bahwasanya pendahulu ular-ular di Australia benar-benar tiba setelah melakukan perjalanan menyusuri samudera.
Banyaknya jenis ular yang bisa ditemukan di Australia tentu akan menimbulkan pertanyaan lain, yaitu seberapa berbahaya mereka sebenarnya? Seperti yang sudah disebutkan di atas, jumlah ular yang sanggup membunuh manusia hanya berkisar 12—25 spesies atau sekitar 10—20 persen dari keseluruhan spesies yang ditemukan di sana. Ternyata beberapa di antaranya memang jenis ular paling mematikan di dunia. Dalam studi LD50 (Lethal Dosage 50), spesies ular seperti taipan pedalaman, ular cokelat australia, dan ular harimau masuk dalam urutan teratas.
Studi LD50 pada dasarnya menguji seberapa efektif bisa ular dalam membunuh tikus lab dan menghitung kadar berbahayanya jika masuk ke dalam tubuh manusia. Maka dari itu, kadang kita mendengar hasil bahwa dosis sekian dari bisa ular tertentu dapat membunuh sekian manusia dewasa. Kalau melihat data di lapangan, sebenarnya ular-ular berbahaya di Australia itu sangat jarang menimbulkan korban jiwa, lho.
Dilansir CSIRO Australia, ular-ular yang ditemukan di Asia, Afrika, maupun Amerika Selatan justru lebih banyak menyumbang angka kematian manusia tiap tahunnya ketimbang Australia. Alasan mengapa Australia sukses menekan angka kematian akibat gigitan ular adalah tersedianya antibisa yang memadai. Selain itu, kesigapan tenaga medis di sana juga dapat dengan cepat membantu masyarakat yang tak sengaja tergigit oleh ular berbisa.
Tidak hanya sebatas itu, tingkat kewaspadaan penduduk Australia terhadap bahaya ular-ular yang berkeliaran di area pemukiman mereka juga layak dipuji. Mereka telah memahami langkah-langkah apa saja yang harus ditempuh ketika bertemu dengan ular baik di luar ruangan maupun saat ular tersebut masuk ke dalam hunian. Selain itu, para pejabat yang ditugaskan untuk menangani kasus-kasus seperti ini bisa merespons secara sigap dan akurat atas setiap keluhan warga yang bersentuhan dengan ular.
Terakhir, pertanyaan tentang kenapa ada begitu banyak jenis ular di Australia telah terpecahkan. Melalui informasi tersebut, kita dapat mempelajari bahwa reptil yang diperkirakan gerakannya lambat mampu berpindah antar dataran selama ratusan juta tahun silam. Di samping itu, pengelolaan kasus ular berbisa serta dampak gigitannya pun patut kita teladani dari praktik-praktik di Australia.
Menyediakan antibisa yang memadai, tenaga medis, dan petugas penanganan ular yang sigap dan terlatih, sampai mengedukasi masyarakat ketika tak sengaja bertemu dengan ular sudah seharusnya kita tiru. Sebab, jumlah ular yang bisa ditemukan di Indonesia pun sebenarnya juga terbilang banyak. Bahkan, angka konflik masyarakat Indonesia dengan ular pun cukup tinggi sehingga langkah-langkah pencegahan tersebut jadi penting untuk dilaksanakan.