Hari ini, Jumat (4/7/2025), Tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI menggeledah rumah Akhirun Piliang di Jalan Mawar, Ujung Padang, Kecamatan Padangsidimpuan Selatan, Kota Padang Sidempuan. Akhirun Piliang, Direktur Utama PT Dalihan Natolu Grup (PT DNG), turut terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) dalam kasus penyuapan penyelenggara negara pada 27 Juni 2025 lalu.
Anak Akhirun Piliang, Rayhan Dulasmi Piliang, selaku Direktur PT RN, juga turut KPK amankan beberapa waktu lalu. KPK menetapkan keduanya sebagai tersangka bersama tiga penyelenggara negara, yakni Kadis PUPR Sumut Topan Ginting, Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Gunung Tua Dinas PUPR Sumut merangkap PPK Rasuli Efendi Siregar, dan PPK Pelaksanaan Jalan Nasional (PJN) Wilayah I Sumut Heliyanto.
Dalam video yang Tribun Medan peroleh, saat penggeledahan rumah Kirun, Tim KPK RI dikawal personel dari Polres Padangsidimpuan. Tim KPK menyisir masuk ke dalam rumah Kirun untuk mencari sejumlah alat bukti. Ini terjadi usai penangkapan dalam operasi senyap berkaitan dengan pengaturan persekongkolan sejumlah pekerjaan konstruksi jalan di kawasan Tapanuli Bagian Selatan.
Sebelumnya, Tim KPK juga sudah bergerak menggeledah sejumlah tempat di Kota Medan. Di antaranya, Kantor PJN Wilayah I Sumut, Kantor Dinas PUPR Sumut, Basecamp (rumah dinas Kadis PUPR Sumut), dan rumah mewah milik Topan Obaja Putra Ginting di Royal Sumatera.
KPK telah menetapkan lima orang tersangka terkait pembangunan jalan di Mandailing Natal (Madina), Sumatera Utara. Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur, menyampaikan hal tersebut saat konferensi pers yang berlangsung kemarin, Sabtu (28/6/2025), di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
KPK menerima laporan terkait kualitas pembangunan jalan yang kurang bagus. Pemantauan dugaan tindak pidana korupsi dalam proses pembangunan jalan itu pun berlangsung. Setelah memantau, tim KPK meringkus 6 orang. Dari jumlah tersebut, lima di antaranya telah ditetapkan sebagai tersangka. Satu orang lagi belum ditetapkan sebagai tersangka karena belum memenuhi unsur bukti penetapan.
“Kami akan menyampaikan dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pembangunan jalan di Dinas Provinsi Sumatera Utara dan di Satuan Kerja Pembangunan Jalan Nasional Wilayah I Sumatera Utara,” ujar Asep Guntur, Sabtu (28/6/25).
Kelima tersangka tersebut adalah:
“Sejak beberapa bulan yang lalu, informasi masyarakat kepadanya soal adanya dugaan tindak pidana korupsi kemudian juga adanya infrastruktur di wilayah tersebut yang kualitasnya memang kurang bagus. Sehingga diduga, ada tindak pidana korupsi pada saat pembangunannya,” terangnya.
Pemeriksaan terhadap 6 orang yang terjaring dalam OTT tersebut berlangsung. Sehingga, kemarin, Sabtu (28/6/2025), KPK telah menetapkan lima orang tersebut sebagai tersangka. Satu orang lagi belum ditetapkan sebagai tersangka karena belum memenuhi unsur bukti penetapan sebagai tersangka.
“Berbekal dari informasi tersebut, KPK menurunkan timnya memantau pergerakan. Kemudian juga di pertengahan tahun ini ada beberapa proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara. Sekitar awal minggu ini, KPK memperoleh informasi ada pertemuan dan juga diduga ada penyerahan sejumlah uang,” sambungnya.
Proses pemantauan KPK telah berlangsung lama. KPK menahan kelima tersangka selama 20 hari sejak kemarin hingga tanggal 17 Juli 2025. Pihak ASN dan swasta terkait pada dua klaster: proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Provinsi Sumut dan proyek di PJN Wilayah I Sumut.
“Kami sudah mendapatkan informasi bahwa ada penarikan uang sebesar Rp2 miliar dari pihak swasta yang kemungkinan uang sebesar Rp2 miliar ini akan dibagi-bagikan. Dan pihak swasta ini berharap mendapatkan proyek terkait dengan pembangunan jalan,” lanjutnya.
“Kemudian, tim melakukan pemantauan dan bergerak ke sana pada malam Kamis (26/6/2025). Kami memantau adanya pertemuan antara pihak swasta, yakni KIR dan R, serta TOP di salah satu tempat. Kami memantaunya. Selain itu, kami juga berkoordinasi dengan stakeholder lainnya termasuk PPATK untuk memantau pergerakan uang dengan mengikut follow the money,” terangnya.
Selanjutnya, ia menuturkan berbagai proyek pembangunan dan preservasi jalan di dua satker ini. Total biaya proyek di dua satker tersebut mencapai Rp231,8 miliar.
“Kami mencari data juga bahwa ada kegiatan beberapa proyek pembangunan jalan. Ada di dua tempat, yakni proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Provsu (preservasi jalan di Simpang Kotapinang Gunung Tua, Simpang PAL11) dengan nilai Rp56,5 miliar pada tahun 2023. Kemudian, preservasi jalan di Simpang Kotapinang Gunung Tua, Simpang PAL 11 dengan nilai Rp17,5 miliar pada tahun 2024,” lanjutnya.
“Kemudian, ada beberapa rehabilitasi dan preservasi jalan di Gunung Tua, Simpang PAL 11 dan penanganan longsoran pada tahun 2025. Ada juga proyek pembangunan jalan di satker PJN Wilayah I Sumut, yakni pembangunan jalan Sipiongot – batas Labusel dengan nilai Rp96 miliar. Kemudian, pembangunan jalan Hutaimbaru – Sipiongot dengan nilai Rp61,8 miliar. Sehingga totalnya Rp231,8 miliar.”
Dalam penanganan kasus tersebut, KPK memiliki dua alternatif. “Dengan proyek sebesar Rp231,8 miliar, kami memutuskan sudah ada pergerakan uang. Ini masih pada tahap awal. Ada pihak swasta bersama perusahaannya memenangkan proyek-proyek tersebut. Ini dihadapkan pada dua pilihan. Pertama, kami menunggu sampai proses lelang ini berjalan. Kemudian, pembangunan jalan ini berjalan oleh pihak-pihak yang memang disetting menang. Kami akan menunggu sejumlah uang yang besarannya 10 hingga 20 persen dari nilai totalnya yang akan mereka gunakan menyuap. “Apakah kami harus menunggu sampai uang itu cair, lalu kami menyerahkannya kepada para pihak, lalu kami tangkap?” tuturnya.
“Pilihan kedua, kami mencegah supaya pihak-pihak ini tidak mendapatkan proyek tersebut. Mengapa? Karena kalau kita membiarkan pihak-pihak ini mendapatkan proyek, hasil pekerjaannya tidak maksimal. Sebab, sebagian uang tersebut—paling tidak sekitar Rp46 miliar—akan mereka gunakan untuk menyuap agar memperoleh pekerjaan tersebut,” lanjutnya.
Akhirnya, KPK memilih alternatif kedua. “Tentunya, pilihan kedua inilah yang kami ambil. Walaupun jumlah uang yang mengalir kepada masing-masing pihak itu tidak sebesar kalau kita mengambil opsi pertama. Kebermanfaatan kepada masyarakat akan lebih besar bila KPK mengambil opsi yang kedua karena perusahaan yang mendapatkan pekerjaan dengan cara-cara curang akan kemudian kami gagalkan. Terbukti, hari ini, kami bisa menangkap mereka dengan barang bukti yang lebih sedikit,” pungkasnya.