Menurut data yang dicatat oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah defisit dalam industri reasuransi tahun 2024 diperkirakan mencapai sekitar Rp 12,10 triliun. Defisit ini semakin membesar karena proporsi pola asuransi untuk tujuan internasional tetap cukup tinggi.
“Pembayaran asuransi untuk negara di luar negeri mencapai 40% dari seluruh premi asuransi. Kenaikan tarif impor ataupun aturan perdagangan yang berbeda bisa mengubah harga premi reasuransi,” jelas Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ogi Prastomiyono pada pernyataannya, seperti dilaporkan Minggu (27/4/2025).
Berdasarkan laporan, kekurangan dalam sektor reasuransi semakin membesar. Pada tahun 2022, kerugian reasuransi tercatat senilaiRp 7,95 triliun dari jumlah premi keseluruhan. Kemudian di tahun berikutnya, yaitu 2023, angkanya naik menjadi Rp 10,20 triliun, dan melonjak lagi hingga mencapai Rp 12,10 triliun pada periode setelah itu.
“Untuk memperkecil ketergantungan pada reasuransi dari luar negeri, salah satu opsi yang dipelajari adalah dengan meningkatkan kapital perusahaan asuransi dalam negeri. Ketika memiliki dana yang lebih banyak, perusahaan bisa menanganinya sendiri tanpa harus bergantung lagi pada reasuransi internasional,” terang Ogi.
Di samping itu, lanjut Ogi, meningkatkan keahlian staf pada sektor evaluasi dan pengelolaan risiko dapat memperkokoh kemampuan perusahaan untuk mengevaluasi serta merespons risiko secara lebih tepat.
“Alternatif lain, pendirian perusahaan reasuransi dalam negeri yang signifikan dapat menjawab masalah tersebut,” tandasnya.