Nilai Tukar dan Daya Beli Jadi Tantangan Sektor Barang Konsumsi, Simak Rekomendasinya

Penurunan kemampuan pembelian publik merupakan ancaman serius untuk banyak bidang industri, termasuk produk-produk konsumen. Di kondisi seperti ini, depresiasi nilai tukar rupiah yang belum membaik pun dapat menghambat prestasi perusahaan tercatat sepanjang tahun.

Sektornya produk untuk konsumen kemungkinan bakal tetap tahan dengan adanya perlambatan daya beli, karena permintaan dasar seperti pangan dan minuman selalu dibutuhkan oleh masyarakat.

Kendati begitu, Analis Investasi Edvisor Provina Visindo Indy Naila menilai permintaan konsumsi masyarakat tetap saja bisa turun, menimbang ketidakpastian ekonomi saat ini.

“Masih ada kekhawatiran harga komoditas volatil,” sebut Indy kepada diaksara, Sabtu (26/4).

Lebih lanjut, Indy menyebut itu akan mempengaruhi biaya bahan baku. Ujungnya, margin profitabilitas maupun operasional emiten akan turut tertekan.

Di sisi lain, Analis Kiwoom Sekuritas Abdul Azis masih optimis permintaan makanan dan minuman akan solid, dilihat dari penjualannya tahun lalu yang tetap bertumbuh. Namun ia tak menampik tekanan terhadap kinerja keuangan emiten tahun ini akan tetap ada.

“Karena adanya pelemahan rupiah, ini bisa meningkatkan dari emiten barang konsumsi,” papar Abdul kepada diaksara, Jumat (25/4).

Pada saat ini, ketidakstabilan di kancah global yang berdampak pada perekonomian dalam negeri dengan cara tertentu juga ikut mengubah performa perusahaan publik yang bergerak di bidang barang konsumsi. Ditambah lagi untuk beberapa perusahaan yang telah mengalami kendala pada tahun sebelumnya.

Sebagai contoh, PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) melaporkan laba bersih negatif senilai Rp 119 miliar di kuartal IV tahun 2024 karena adanya kerugian berhubungan dengan pertukaran mata uang asing. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan antara nilai tukar rupiah dan dolar Amerika Serikat semakin lebar sehingga membatasi performa dari penerbit saham tersebut.

Sebagai perumpamaan, PT Mayora Indah Tbk (MYOR) melaporkan laba dari selisih kurs asing (foreign exchange
) sebesar Rp 149 miliar sepanjang tahun 2024 karena pendapatan berbasis dolar AS yang tinggi, yakni 43% dari penjualan.

Secara umum, Indy menganggap bahwa performa dari perusahaan publik di sektor barang konsumsi dapat dipengaruhi oleh variasi dalam harga karena adanya ketidakstabilan ekonomi yang signifikan, perilaku pembelian masyarakat, serta keputusan internal mereka. Meskipun demikian, dia masih memberikan saran untuk membeli saham INDF dengan tujuan harga mencapai angka Rp 8.000 per lembar saham tersebut.

Meski demikian, Abdul merekomendasikan beli untuk entitas anak dari INDF yaitu PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) dengan tujuan harga sebesar Rp 12.350 per saham.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like
Tingginya Angka Kematian Akibat Gigitan Ular: Pentingnya Edukasi dan Penanganan Tepat

Tingginya Angka Kematian Akibat Gigitan Ular: Pentingnya Edukasi dan Penanganan Tepat

Ciptakan Sekolah Menyenangkan: Kunci Utama Pendidikan yang Berhasil

Ciptakan Sekolah Menyenangkan: Kunci Utama Pendidikan yang Berhasil

Tips Bijak Menggunakan Pinjol agar Terhindar dari Risiko

Tips Bijak Menggunakan Pinjol agar Terhindar dari Risiko

3 Aspek Penting Lainnya Sebelum Membeli Rumah, Selain Anggaran Anda

3 Aspek Penting Lainnya Sebelum Membeli Rumah, Selain Anggaran Anda

Aset dan Pendapatan Industri Penjaminan Meningkat pada Awal 2025

Aset dan Pendapatan Industri Penjaminan Meningkat pada Awal 2025

Hasil Investasi Asuransi Jiwa Terkontraksi 1,19% per Februari 2025

Hasil Investasi Asuransi Jiwa Terkontraksi 1,19% per Februari 2025