Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya (Polda Metro Jaya) menetapkan empat tersangka atas dugaan tindak pidana penipuan berkedok cinta atau love scamming. Tiga tersangka telah tertangkap, sementara satu orang masih dalam pencarian.
Wakil Direktur Reserse Siber Polda Metro Jaya, Fian Yunus, mengatakan modus operandi para tersangka merupakan gabungan beberapa jenis kejahatan. Modus ini mencakup menawarkan pekerjaan daring, kemudian menjanjikan komisi dari modal yang korban setorkan. “Ini gabungan dari beberapa modus operandi,” kata Fian saat konferensi pers di Markas Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat, 4 Juli 2025.
Fian mengatakan penyidik membutuhkan waktu sekitar dua minggu untuk membongkar kejahatan ini. “Jadi, tidak menutup kemungkinan ada beberapa kelompok lain lagi, dan itu kami masih melakukan analisis,” ujarnya.
Penipuan ini terungkap setelah korban berinisial YW, seorang laki-laki, melapor. Ia mengalami kerugian hingga Rp423 juta. Laporan tersebut bernomor LP/B/3854/IV/2025/SPKT/POLDA METRO JAYA, tertanggal 7 Juni 2025.
Tersangka yang telah tertangkap adalah ORM (perempuan 36 tahun), R (laki-laki 29 tahun), dan APD (perempuan 24 tahun). Adapun A, laki-laki 29 tahun, masih dalam pengejaran.
Penipuan itu bermula pada 12 Mei 2025 di Jakarta Timur. Tersangka mendekati korban lewat akun palsu di media sosial. Pelaku biasanya menghubungi korban lewat pesan pribadi di direct messages, WhatsApp, maupun Telegram. “Sehingga korban secara sadar mengikuti kemauan pelaku,” ujar Fian.
Apabila korban memberikan tanggapan, tersangka menawarkan pekerjaan dengan iming-iming komisi. Selanjutnya, tersangka memperdaya korban dengan menyampaikan bahwa korban berhasil mendapatkan komisi dari deposit yang mereka berikan.
Setelah itu, pelaku akan memanipulasi korban untuk membayarkan sejumlah uang atau melakukan deposit. Nantinya, pelaku mengatakan korban akan mendapat komisi lewat suatu aplikasi, yang sebenarnya aplikasi palsu buatan pelaku.
Berikutnya, ketika korban melakukan deposit dengan uang berjumlah kecil, maka pelaku akan memberikan komisi sesuai yang mereka janjikan. Kemudian, korban akan mereka ajak menyetor deposit dengan jumlah lebih besar, lalu akan mendapatkan komisi yang lebih besar pula.
Dengan modus ini, korban nantinya akan tergiur untuk terus melakukan deposit dalam jumlah besar. “Ketika korban sudah melakukan deposit dengan uang yang besar, komisi tidak dapat dicairkan pada aplikasi tersebut, sehingga pelaku akan meminta korban untuk melakukan deposit lagi,” ujar Fian.
Setelah korban menolak melakukan deposit lebih banyak, nomor WhatsApp korban akan pelaku blokir. Dengan begitu, korban tidak bisa menghubungi pelaku lagi.
Penyidik menyita sejumlah barang bukti seperti ponsel, laptop, buku rekening, dan kartu ATM yang para tersangka gunakan dalam melakukan penipuan.
Para tersangka dijerat Pasal 45A ayat 1 juncto Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dengan ancaman pidana penjara paling lama enam tahun atau denda paling banyak Rp1 miliar.
Penyidik juga menyangkakan mereka beberapa pasal dari UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), yaitu Pasal 3, 4, dan 5.
Selain itu, polisi juga menjerat para tersangka dengan Pasal 65 jo Pasal 67 UU No. 27 Tahun 2022 Tentang Perlindungan Data Pribadi, dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5 miliar.