Apakah dunia siap menghadapi kemungkinan kekurangan makanan di masa depan? Pertanyaan ini bukan sekadar spekulasi, tetapi ancaman nyata yang semakin relevan di tengah perubahan iklim, konflik geopolitik, dan ketidakstabilan ekonomi global. Di Indonesia, upaya kolaboratif untuk meningkatkan ketahanan pangan melalui inovasi pertanian dan kesadaran akan isu global menjadi sangat penting untuk mencegah skenario terburuk.
Sejarah Krisis Pangan: Pelajaran dari 1970
Krisis pangan bukanlah fenomena baru. Salah satu yang paling terkenal adalah “Krisis Pangan Global 1970-an” yang dipicu oleh kombinasi faktor seperti cuaca buruk, lonjakan harga minyak, konflik geopolitik, dan kebijakan pertanian yang kurang efektif. Dampaknya terasa terutama di negara-negara berkembang, di mana kelaparan dan malnutrisi meningkat tajam.
Konferensi Pangan Dunia 1974 di Roma menjadi tonggak penting dalam upaya internasional mengatasi krisis tersebut. Revolusi hijau pun lahir sebagai solusi meningkatkan produksi pangan. Meskipun peristiwa sejarah tidak akan terulang secara identik, pola serupa dapat dilihat saat ini dengan tantangan seperti perubahan iklim dan konflik geopolitik.
Menurut laporan Global Report on Food Crises (GRFC) 2024, sekitar 282 juta orang di 59 negara mengalami kerawanan pangan akut. Beberapa faktor utama penyebab krisis pangan meliputi:
Sebagai negara dengan populasi besar, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam memenuhi kebutuhan pangan. Ketahanan pangan menjadi prioritas utama dengan fokus pada produksi beras sebagai makanan pokok. Pengalaman dari krisis ekonomi 1997/1998 mengajarkan pentingnya menjaga harga beras untuk stabilitas ekonomi dan sosial.
Upaya meningkatkan ketahanan pangan terus dilakukan, termasuk alokasi anggaran sebesar Rp954 triliun selama 10 tahun terakhir untuk subsidi pupuk, benih, alat pertanian, dan food estate. Pemerintah juga meluncurkan program Makan Bergizi Gratis di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo dengan alokasi Rp71 triliun pada 2025.
Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025, pemerintah mengalokasikan Rp124,4 triliun untuk ketahanan pangan. Program-program seperti subsidi pupuk, penguatan infrastruktur pertanian, dan pembentukan Badan Gizi Nasional diharapkan mampu meningkatkan gizi masyarakat dan ketahanan pangan nasional.
Ketahanan pangan bukan hanya isu nasional, tetapi juga tantangan global. Indonesia telah menunjukkan komitmennya dengan berbagai program dan alokasi anggaran yang signifikan. Namun, keberhasilan tidak hanya bergantung pada kebijakan pemerintah, tetapi juga pada kesadaran masyarakat untuk mengurangi pemborosan pangan dan mendukung inovasi pertanian. Dengan langkah-langkah ini, Indonesia dapat menjadi negara yang tangguh menghadapi ancaman krisis pangan di masa depan.