Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Budi Prasetyo, mengatakan lembaganya tengah menelusuri pihak yang terlibat dalam kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi. Termasuk, keterlibatan dari menantu Nurhadi, yaitu Rezky Herbiyono.
“Nanti akan kami update ya, terkait pihak terkait lainnya, juga seperti apa konstruksinya terkait TPPU ini ya,” kata Budi di gedung KPK, Jakarta Selatan, pada Jumat, 4 Juli 2025.
Budi tidak menjawab secara konkret apakah lembaganya akan menetapkan Rezky sebagai tersangka dalam kasus ini. Menantunya itu juga ikut KPK tahan saat penangkapan di sebuah rumah di daerah Simprug, Jakarta Selatan, pada 1 Juni 2020. “Karena TPPU pasti ada predicate crimenya ya, dari dugaan tindak pidana korupsinya apa begitu ya,” ucapnya.
Sebelumnya, KPK kembali menangkap dan menahan eks Sekretaris MA Nurhadi. Terpidana perkara suap ini baru saja dinyatakan bebas bersyarat dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.
“Benar, KPK melakukan penangkapan dan kemudian menahan saudara NHD di Lapas Sukamiskin,” ujar Budi pada Selasa, 1 Juli 2025.
Budi mengatakan alasan penahanan kembali ini karena KPK mengendus dugaan tindak pidana pencucian uang di lingkungan Mahkamah Agung. Penangkapan, kata Budi, dilakukan pada Minggu, 29 Juni 2025 dini hari.
Sebelum KPK tangkap kembali, Nurhadi divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 3 bulan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada 10 Maret 2021.
KPK menetapkan Nurhadi sebagai tersangka pada Desember 2019. Ia bersama menantunya, Rezky Herbiyono, diduga menerima suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar dari Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal, Hiendra Soenjoto.
Kasus ini merupakan hasil pengembangan dari operasi tangkap tangan (OTT) yang KPK lakukan pada 20 April 2016. Saat itu, pengusaha Doddy Ariyanto Supeno memberikan uang sebesar Rp50 juta kepada mantan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution.
Pada 13 Februari 2020, Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK, Ali Fikri, mengumumkan bahwa Nurhadi, Rezky, dan Hiendra telah masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) atau buron. Ini terjadi setelah Nurhadi dua kali mangkir dari panggilan pemeriksaan KPK.
KPK menangkap Nurhadi pada 1 Juni 2020 melalui operasi yang penyidik senior Novel Baswedan pimpin. Petugas menangkap tersangka di kediamannya di kawasan Simprug, Jakarta Selatan. Keberadaan Nurhadi terdeteksi dari kebiasaan istrinya, Tin Zuraida, yang suka bertemu dengan pegawai Mahkamah Agung.
KPK mendakwa Nurhadi menerima suap dan gratifikasi pengurusan perkara. Totalnya mencapai Rp83.013.955.000 atau lebih dari Rp83 miliar. Jumlah ini membengkak dari dugaan awal lembaga antirasuah mengenai jumlah uang yang Nurhadi terima, yaitu Rp46 miliar.
Hakim memvonis Nurhadi dan Rezky Herbiyono 6 tahun penjara serta menambahkan denda Rp500 juta subsider 3 bulan dalam sidang putusan vonis pada Rabu malam, 10 Maret 2021. Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menilai keduanya terbukti menerima suap sejumlah Rp35,726 miliar serta gratifikasi dari sejumlah pihak sebesar Rp13,787 miliar.
Hakim memvonisnya lebih rendah dari yang Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK tuntut. JPU meminta hakim memvonis eks Sekretaris MA itu 12 tahun penjara, serta menambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Sementara itu, jaksa menuntut menantunya, Rezky Herbiyono, 11 tahun penjara serta menambahkan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga tidak mewajibkan Nurhadi dan Rezky membayar uang pengganti sebesar Rp83,013 miliar subsider 2 tahun penjara sebagaimana JPU tuntut.