Australia akan mengumumkan pengakuan resmi terhadap negara Palestina pada Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) September mendatang.
Melansir Bloomberg, Senin (11/8/2025), Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese, mengumumkan rencana ini setelah rapat kabinet di Gedung Parlemen di Canberra. Mereka mengambil keputusan ini di tengah meningkatnya kekhawatiran global atas rencana Israel menggelar operasi militer besar di sebagian wilayah Jalur Gaza.
“Solusi dua negara adalah satu-satunya harapan terbaik bagi umat manusia untuk memutus lingkaran kekerasan di Timur Tengah. Ini juga akan mengakhiri konflik, penderitaan, dan kelaparan di Gaza,” ujar Albanese.
Pengakuan yang akan diumumkan di Sidang Umum PBB ke-80 itu memberi legitimasi internasional pada perjuangan pembentukan negara Palestina. Australia akan bergabung dengan Prancis, Inggris, dan Kanada yang telah lebih dulu mengambil langkah serupa.
Sebaliknya, AS hingga kini menolak pengakuan tersebut. AS tidak mengakui di luar kerangka perjanjian damai langsung antara Israel dan Palestina.
Ketegangan meningkat setelah pekan lalu pemerintahan Benjamin Netanyahu mengizinkan serangan ke Kota Gaza. Ini menyusul gagalnya perundingan gencatan senjata ketiga dengan Hamas pada Juli. Sebelumnya, Israel menghindari kawasan itu demi mengurangi risiko bagi sekitar 20 sandera yang diyakini masih hidup. Netanyahu menyebut langkah Australia “memalukan”, sementara Albanese menegaskan situasi di Gaza “telah melampaui mimpi buruk terburuk dunia” dengan korban sipil yang terus bertambah.
“Korban dari status quo terus bertambah dari hari ke hari dan dapat diukur dengan nyawa yang tak berdosa. Dunia tidak bisa menunggu untuk mendapatkan jaminan kesuksesan. Itu hanya berarti menunggu hari yang tidak akan pernah datang,” kata Albanese.
Keputusan Australia ini diumumkan tak lama setelah Selandia Baru menyatakan tengah mempertimbangkan langkah serupa. Saat ini, militer Israel menguasai sekitar 75% wilayah Gaza. Ini memaksa ratusan ribu warga meninggalkan rumah mereka yang rata dengan tanah.
Netanyahu, dalam konferensi pers akhir pekan, menegaskan negaranya telah menerapkan kekuatan secara “terukur” dalam operasi militernya. “Bayangkan jika di dekat Melbourne atau Sydney terjadi serangan mengerikan seperti ini. Saya yakin kalian akan melakukan setidaknya hal yang sama seperti yang kami lakukan,” ujarnya.
Hamas, sebuah faksi Islamis yang masuk dalam daftar hitam terorisme Barat, memicu perang terpanjang Israel dengan serangan pada 7 Oktober 2023. Serangan itu menewaskan sekitar 1.200 orang dan menculik 250 orang. Di sisi lain, agresi Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 61.000 penduduk Palestina dan melukai 152.000 orang. Sebagian besar di antaranya warga sipil dan anak-anak.
“Pemerintah kami telah menegaskan bahwa tidak akan ada peran bagi teroris Hamas dalam negara Palestina di masa depan. “Ini adalah salah satu komitmen yang telah pemerintah upayakan dan Australia terima dari Presiden Abbas dan Otoritas Palestina,” kata Albanese.
Meskipun belum mengerahkan pasukan tambahan untuk melancarkan operasi penuh di Gaza, rencana Israel telah menuai kecaman internasional. Ini di tengah krisis kelaparan yang diperparah oleh pemutusan bantuan kemanusiaan pada Maret–Mei. AS, sebaliknya, tetap menunjukkan dukungan terhadap sekutunya itu.
Menteri Luar Negeri Penny Wong mengatakan telah memberi tahu Menlu AS Marco Rubio tentang rencana tersebut “sebagai bentuk kesopanan diplomatik”. “Kita punya kesempatan untuk mendorong momentum menuju dua negara. Itulah satu-satunya prospek perdamaian,” tutup Albanese.