Sejumlah emiten batubara merespons peluang pengenaan bea keluar terhadap batubara, bersama dengan komoditas penting lainnya, yaitu emas.
Menurut produsen batubara pelat merah, PT Bukit Asam Tbk (PTBA), kebijakan bea keluar merupakan instrumen fiskal pemerintah. Tujuannya mengoptimalkan penerimaan negara dan menjaga stabilitas ekonomi.
Namun, jika kebijakan ini benar-benar diterapkan pada komoditas batubara, Corporate Secretary PTBA Niko Chandra menyebut akan ada potensi penambahan beban biaya bagi perseroan. “Bea keluar akan menjadi salah satu komponen biaya yang harus kami perhitungkan dalam struktur biaya pokok penjualan batubara,” jelasnya pada Selasa (8/7).
Lebih lanjut, Niko menyebut penerapan bea keluar tentu akan memengaruhi daya saing batubara Indonesia di pasar global. “Adanya penerapan kebijakan baru ini berpotensi membuat harga batubara Indonesia menjadi kurang kompetitif dibandingkan dengan batubara dari negara lain yang tidak dikenai bea keluar atau memiliki tarif yang lebih rendah,” kata dia.
Dalam jangka pendek, hal ini dapat memengaruhi volume ekspor batubara. Itu tergantung besaran tarif yang pemerintah tetapkan dan respons pasar global. “PTBA akan terus memantau dinamika pasar dan mengevaluasi strategi ekspor kami jika kebijakan ini pemerintah berlakukan,” ia menjelaskan.
Berbeda dengan PTBA, PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) menyebut potensi adanya kebijakan khusus untuk batubara ini masih terlalu awal untuk mereka bahas. “kebiajakan ini masih terlalu awal untuk dibahas. Kami baru dengar mengenai isu ini. “Jadi saya belum dapat mengomentarinya banyak,” ungkap Direktur Indo Tambangraya Megah, Yulius Kurniawan Gozali, saat seseorang mengonfirmasinya.
Sama dengan ITMG, emiten tambang lainnya, PT ABM Investama Tbk (ABMM), tidak berkomentar banyak mengenai potensi pengenaan kebijakan ini bagi produksi batubaranya. “Kami masih wait and see dulu posisinya,” ungkap Direktur ABM Investama, Hans Christian Manoe, pada Selasa (8/7).
Perlu Anda ketahui, usulan pengenaan bea keluar (BK) bagi batubara dan emas yang pemerintah targetkan berlangsung mulai 2026 muncul. Ini seiring dengan usulan kenaikan target penerimaan negara dari Panitia Kerja (Panja) Penerimaan Komisi XI DPR RI.
Usulan tersebut tertuang dalam Laporan Panitia Kerja Penerimaan Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2024—2025 tertanggal 7 Juli 2025. Dalam poin ke-3 laporan tersebut tertulis mengenai kebijakan untuk mendukung penerimaan negara yang optimal. Salah satunya adalah dengan melakukan perluasan basis penerimaan kebijakan ini, di antaranya terhadap produk emas dan batubara. Pengaturan teknisnya mengacu pada peraturan Kementerian ESDM.
Apakah kebijakan ini akan benar-benar terwujud dan bagaimana dampaknya bagi industri pertambangan Indonesia? Kita nantikan bersama perkembangan selanjutnya.