Kapan Harus Ajak atau Tinggalkan Teman yang Bigot?

Teman bigot

Pernah nggak sih, kamu punya teman yang aslinya seru, tapi kadang-kadang sikapnya bisa merusak suasana? Terus, kamu bingung, baiknya tetep ngundang dia ke acara bareng teman-teman atau mending nggak usah?

Kita bakal lihat dari sisi filosofi, nyomot saran dari Confucius dan John Locke buat jawab pertanyaan ini.

Pendekatan Confucius: Kita semua bisa akur nggak sih?

Filosofi Tiongkok, khususnya Confucianisme, sering membandingkan hubungan antarmanusia dengan kelompok musik orkestra. Dalam orkestra, setiap orang punya skill dan alat musiknya sendiri-sendiri. Mereka membawa sesuatu yang unik ke dalam grup. Tapi, saat tampil, semua perbedaan itu disatukan untuk mengikuti satu not musik yang sama.

Confucius bilang, hal yang paling penting itu adalah harmoni. Mari ambil contoh soal berlibur, kalau kita anggap trip liburan ini kayak orkestra, yang harusnya diisi dengan keharmonisan, teman yang suka bikin rusuh itu malah engga harmonis, dan lebih mementingkan ego dan keinginannya buat memaksakan pandangan politiknya.

Jadi, untuk Confucius setidaknya, hal yang benar untuk tidak mengundang teman konfrontatif ini. Harmoni atas ego; simfoni atas kebisingan.

Pendekatan John Stuart Mill: Ada baiknya juga ada konflik

Di sisi lain, filosofi Barat punya pandangan yang beda. John Stuart Mill, misalnya, sangat mendukung kebebasan berbicara. Dia percaya kita seharusnya bukan cuma mentolerir perbedaan pendapat, tapi juga mencarinya. Alasannya, supaya kita nggak jadi orang yang sombong dan puas akan pendapat kita sendiri. Selain itu, berdebat juga bisa menguji kekuatan keyakinan kita.

Tapi, ada saat dan tempatnya.

Meski aku mengerti pendapat Confucius dan Mill, kadang-kadang kita semua memang butuh kedamaian. Tapi, dalam beberapa kasus, kita juga perlu berdiri dan mempertahankan nilai yang kita percayai, seperti kebebasan, rasa hormat, dan kebaikan. Lantas, di mana letak komprominya?

Pada kasus ini, kita seharusnya nggak perlu langsung memutus hubungan dengan teman yang problematik itu atau hindari debat politik. Tapi, dalam konteks liburan, ya itu bukan tempat yang tepat buat debat politik. Jadi, kalo temanmu terus-terusan ngelakuin hal yang sama, mungkin wajar aja kalo akhirnya kelompok teman-teman memutuskan buat nggak ngundang si orang menyebalkan itu lagi.

Jadi intinya, semua balik lagi ke situasi dan konteksnya, dan juga, ke pentingnya kita semua bisa menjaga keharmonisan tanpa harus menyerah pada keyakinan kita.

One thought on “Kapan Harus Ajak atau Tinggalkan Teman yang Bigot?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like
Kenapa Ilmu Pengetahuan Bikin Kita Merasa Bodoh? Dan Kenapa Itu Hal yang Bagus

Kenapa Ilmu Pengetahuan Bikin Kita Merasa Bodoh? Dan Kenapa Itu Hal yang Bagus

Merasa Tersesat? Saatnya Berhenti Ikuti Peta Orang Lain dan Temukan Jalanmu Sendiri

Merasa Tersesat? Saatnya Berhenti Ikuti Peta Orang Lain dan Temukan Jalanmu Sendiri

Rumah: Memahami Konsep Lebih dari Sekadar Tempat Tinggal

Rumah: Memahami Konsep Lebih dari Sekadar Tempat Tinggal

Kehidupan Kita Lebih Tak Terduga Dari yang Kita Bayangkan

Kehidupan Kita Lebih Tak Terduga Dari yang Kita Bayangkan

Menguak Fenomena Ormas Minta THR: Apa Kata Negara?

Menguak Fenomena Ormas Minta THR: Apa Kata Negara?

Menjadi Diri yang Dibutuhkan: Kunci Transformasi dan Pertumbuhan Pribadi

Menjadi Diri yang Dibutuhkan: Kunci Transformasi dan Pertumbuhan Pribadi