MEDAN – KPK mengamankan seorang kapolres di Sumatera Utara (Sumut) dalam operasi tangkap tangan (OTT) terkait penangkapan Kadis PUPR Pemprov Sumut Topan Obaja Putra Ginting dan empat tersangka lainnya. Informasi yang beredar menyebut perwira menengah Polri tersebut salah satu dari enam orang yang KPK amankan.
Dari enam orang yang KPK amankan, sejauh ini KPK baru menetapkan lima orang sebagai tersangka. Kelimanya adalah Topan Obaja Putra Ginting, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR); Rasuli Efendi Siregar, Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut merangkap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK); Heliyanto, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Satuan Kerja Penyelenggaraan Jalan Nasional (PJN) Wilayah I Sumut; M Akhirun Efendi Piliang, Direktur Utama PT DNG; dan M Rayhan Dulasmi Pilang, Direktur PT RN.
Mengenai kabar adanya salah satu perwira Polisi di Sumut sempat KPK amankan pekan lalu, Kabid Humas Polda Sumut Kombes Ferry Walintukan mengaku belum tahu. Ia akan mencari tahu informasi tersebut. “Saya belum dapat informasinya. Saya cek dulu ya,” kata Kombes Ferry Walintukan, Jumat (4/6/2025).
Sebelumnya, KPK menetapkan lima tersangka usai giat operasi tangkap tangan (OTT) di Sumatra Utara (Sumut). Tiga tersangka dari penyelenggara negara adalah Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut Topan Obaja Putra Ginting, Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut merangkap PPK Rasuli Efendi Siregar, dan PPK Satker PJN Wilayah I Provinsi Sumut Heliyanto. Sementara itu, dari pihak swasta adalah bapak-anak, yakni Direktur Utama PT Dalihan Natolu Group (DNG) Akhirun Efendi Siregar, dan anaknya M Rayhan Dulasmi Pilang, Direktur PT RN.
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, mengatakan KPK melakukan OTT di Sumut pada Kamis (26/6/2025) malam. OTT ini terkait dugaan suap dan/atau gratifikasi proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Sumut dan Satker PJN Wilayah 1 Sumut. Kongkalikong proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Sumut dan Satker PJN Wilayah I Sumut mencapai Rp231,8 miliar.
Uang pelicin yang Akhirun dan Rayhan siapkan untuk mendapatkan proyek itu diperkirakan mencapai Rp46 miliar. Perhitungan ini berasal dari perjanjian komitmen fee sebesar 10-20 persen. “Sekitar Rp46 miliar akan mereka gunakan untuk menyuap (tapi belum diberikan),” kata Asep Guntur dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (28/6/2025).
Asep menjelaskan, ada perjanjian komitmen fee dalam proyek tersebut. Akhirun dan Rayhan, pemenang proyek yang diskenariokan, menjanjikan Rp46 miliar kepada ketiga tersangka. Namun, KPK berhasil mencegah permufakatan jahat itu melalui OTT. “Jika pihak-pihak ini mendapatkan proyek, hasil pekerjaan tentu tidak akan maksimal. Sebab, sebagian dari uang itu akan mereka gunakan untuk menyuap, demi memperoleh pekerjaan tersebut,” jelasnya.
Dalam kasus ini, penyidik menyita barang bukti berupa uang senilai Rp231 juta dari kediaman salah satu tersangka. Uang tersebut diduga sisa dari praktik suap yang para tersangka lakukan dalam kasus ini.
Terkait dugaan pihak lain yang terlibat dalam kongkalikong proyek ini, Asep menegaskan penyidik akan mendalaminya. Menurut Asep, KPK akan menggunakan metode follow the money. Ini berarti KPK akan menelusuri pergerakan aliran uang dari para tersangka. Untuk itu, KPK akan menggandeng PPATK.
“Kalau nanti ke siapa pun, ke atasannya atau mungkin ke sesama kepala dinas, ke mana pun itu, kami memang meyakini (pasti menindak). Kami tadi juga sudah sampaikan bahwa kami bekerja sama dengan PPATK untuk melihat ke mana saja uang itu bergerak,” kata Asep. “Selanjutnya kami tentu akan panggil, akan meminta keterangan, apa dan bagaimana sehingga uang itu bisa sampai kepada yang bersangkutan. Ditunggu saja ya,” imbuhnya.
Asep menjelaskan, kasus kongkalikong proyek jalan ini berawal dari pengaduan masyarakat tentang buruknya infrastruktur di Sumut. Setelah pendalaman, KPK menemukan fakta adanya penarikan uang sekitar Rp2 miliar oleh Akhirun dan Rayhan.
Akhirun dan Rayhan rencananya akan membagikan uang tersebut ke beberapa pihak, termasuk tiga tersangka: Topan Obaja Putra Ginting, Rasuli, dan Haliyanto. Tujuannya adalah agar Akhirun dan Rayhan memperoleh proyek pembangunan jalan. Berdasarkan informasi ini, KPK melakukan penelusuran lebih mendalam.
Penyidik kemudian mengendus dugaan kongkalikong dua proyek pembangunan jalan di Sumut. Proyek pertama berada di Dinas PUPR Sumut, yaitu pembangunan Jalan Sipiongot–Batas Labusel senilai Rp96 miliar dan pembangunan Jalan Hutaimbaru–Sipiongot senilai Rp61,8 miliar.
Proyek kedua berada di Satker PJN Wilayah I Sumut, yaitu preservasi Jalan Simpang Kota Pinang–Gunung Tua–Simpang Pal XI untuk tahun anggaran 2023 senilai Rp56,5 miliar, proyek serupa untuk tahun 2024 senilai Rp17,5 miliar, serta rehabilitasi dan penanganan longsoran di ruas jalan yang sama untuk tahun 2025. “KPK masih akan menelusuri dan mendalami proyek-proyek lainnya,” katanya.
Asep menambahkan, kongkalikong proyek pembangunan jalan di PUPR Sumut mulai terkuak pada 22 April lalu. Saat itu, Akhirun bersama Topan Obaja Putra Ginting dan Rasuli Efendi melakukan survei offroad di daerah Desa Sipiongot. Survei ini meninjau lokasi proyek pembangunan jalan.
Pada kesempatan itu, Topan memerintahkan Rasuli menunjuk Akhirun sebagai rekanan. Proyek yang diberikan adalah pembangunan jalan Sipiongot batas Labusel dan pembangunan jalan Hutaimbaru-Sipiongot. Kedua proyek tersebut bernilai Rp157,8 miliar.
Beberapa waktu berselang, Rasuli menghubungi Akhirun. Rasuli memberitahukan bahwa pada Juni 2025 akan ada tayangan proyek pembangunan jalan. Ia meminta Akhirun untuk memasukkan penawaran. Akhirun kemudian memerintahkan stafnya berkoordinasi dengan Rasuli dan staf UPTD guna mengurus proses e-catalog.
“Selanjutnya KIR bersama-sama RES dan staf UPTD mengatur proses e-catalog sehingga PT DGN bisa memenangkan proyek pembangunan jalan Sipiongot-Batas Labusel. Untuk proyek lainnya disarankan agar penayangan paket lainnya diberi jeda seminggu agar tidak terlalu mencolok,” kata Asep.
Untuk memuluskan rencana kongkalikong itu, Akhirun dan Rayhan memberikan uang kepada Rasuli melalui transfer rekening. “Selain itu, diduga ada penerimaan lainnya oleh TOP (Topan) dari KIR (Akhirun) dan RAY (Rayhan) melalui perantara,” papar Asep.
Dalam kasus ini, Topan Obaja Putra Ginting diduga akan menerima uang sebesar Rp8 miliar dari upayanya menentukan pemenang lelang tersebut. “Kepala Dinas akan menerima sekitar 4-5 persen dari nilai proyek. Kalau dikira-kira, dari Rp231 (miliar), (Topan dapat) Rp8 miliar itu. Empat persennya kan sekitar Rp8 miliaran ya itu,” ungkap Asep.
Asep menuturkan, uang sekitar Rp8 miliar itu akan mereka berikan kepada Topan secara bertahap hingga proyek selesai Akhirun kerjakan. “Tapi nanti bertahap, setelah proyeknya selesai, karena pembayarannya pun termin gitu ya, ada termin pembayarannya,” beber Asep.
Konstruksi perkara terkait proyek pembangunan jalan di Satker PJN Wilayah 1 Sumut juga tidak jauh berbeda. Heliyanto selaku PPK Satker PJN Wilayah I Sumut melakukan kongkalikong dengan Akhirun dan Rayhan. Ia mengatur proses e-catalog sehingga dua perusahaan milik bapak dan anak itu terpilih sebagai pelaksana pekerjaan.
Asep mengatakan, Heliyanto telah menerima sejumlah uang dari Akhirun dan Rayhan sebesar Rp120 juta dalam kurun Maret sampai Juni 2025. “Kegiatan tangkap tangan ini sebagai pintu masuk, dan KPK masih akan terus menelusuri dan mendalami terkait proyek atau pengadaan barang dan jasa lainnya,” kata Asep.