KOMPAK INDONESIA, yang fokus pada persoalan pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia, meminta KPK dan Gubernur DKI Jakarta untuk mengusut kasus dugaan korupsi dan maladministrasi sesuai dengan hasil temuan Ombudsman RI pada perusahaan BUMD.
Hal ini disampaikan oleh Gabriel Goa, Ketua KOMPAK INDONESIA, dalam siaran pers tertulis yang diterima media ini, Kamis (31/7/2025).
Dalam rilis disebutkan, perusahaan BUMD yang terlibat di antaranya PT. Jakarta Propertindo (Perseroda), PD Pasar Jaya dan PT. Pembangunan Jaya Ancol Tbk. Perusahaan-perusahaan ini bekerja sama dengan setidaknya tujuh perusahaan swasta yang pemiliknya diduga atas nama FT. Ketujuh perusahaan tersebut telah bekerja sama dengan perusahaan BUMD milik Pemda DKI Jakarta dalam kurun waktu antara 2002 hingga saat ini.
Adapun temuan Ombudsman RI sudah disampaikan dalam bentuk Rekomendasi Ombudsman RI dan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan. Dokumen ini disampaikan kepada pemerintah DKI Jakarta pada tahun 2014 dan 2020. Namun, hingga saat ini belum ada penyelesaian tuntas.
Modus operandi dugaan korupsi dan maladministrasi tersebut meliputi penggelapan aset, kerja sama pembangunan dan pengelolaan aset dengan harga jauh di bawah harga pasar dan menjual dengan harga sangat tinggi (markdown), kerja sama dengan penunjukan langsung tanpa lelang atau tender, serta penggelapan pajak.
Keterlibatan oknum pejabat perusahaan BUMD pun diduga ada. Ini termasuk Direktur Utama yang kemudian menjadi menteri pada era Presiden Jokowi, yakni BKS, Direktur Keuangan, dan oknum pejabat dari Kejaksaan Agung yang saat ini sudah purna tugas. Orang mengetahui Direktur Keuangan dan oknum pejabat Kejaksaan Agung itu juga menjabat sebagai Komisaris pada perusahaan milik FT.
Pihak berwenang menaksir negara mengalami kerugian hingga belasan triliun rupiah. Ini mencakup aset yang terletak di Sentra Industri PIK Jalan Kamal Muara Penjaringan, Town Office Home Office (TOHO), Mutiara Pluit, Samudera Raya No.1A Ex Pondok Tirta, Fasilitas Umum yang terletak di Muara Karang Blok 4Z8, Hotel Permata Indah, Rumah Susun Blok MN Pluit, Pacuan Kuda Pulomas, Bangunan Ex Diskotic Lucky Star, Ruko di Taman Permata Indah Ruko, Fasilitas Umum di Pluit, Jakarta Utara, Pengelolaan Pasar HWI/Lindeteves, dan Kerja Sama Pembangunan dan Pengelolaan Gedung ABC di kawasan PT. Pembangunan Jaya Ancol.
Terkait dengan salah satu kerja sama pembangunan dan pengelolaan aset antara perusahaan BUMD dan perusahaan swasta, pernah terjadi pengusutan dan penetapan tersangka korupsi atas nama FT pada tahun 2014, oleh Kejaksaan Agung RI. Namun, Kejaksaan Agung RI kemudian menghentikan penyidikannya tanpa alasan yang jelas.
KOMPAK INDONESIA menduga terdapat keterlibatan oknum pejabat Kejaksaan Agung RI saat itu yang juga menjabat komisaris pada salah satu perusahaan milik FT. Kasus ini telah mendapat pemberitaan media massa pada saat itu, namun kemudian tenggelam tanpa ada kejelasan, tulis Gabriel Goa.
Gabriel menyebut, aksinya ini sejalan dengan komitmen pemerintah saat ini. Presiden Prabowo Subianto selalu menyatakan komitmen memberantas korupsi, terakhir dalam acara peringatan Hari Pancasila 1 Juni 2025. Ini karena korupsi sangat menyengsarakan rakyat.
Untuk itu, KOMPAK INDONESIA meminta kepada:
Selain itu, KOMPAK INDONESIA meminta pengembalian kerugian negara untuk kepentingan masyarakat DKI Jakarta dan Indonesia pada umumnya.
KOMPAK INDONESIA telah menyampaikan informasi dan laporan tertulis terkait dugaan korupsi tersebut kepada Gubernur DKI Jakarta dan KPK pada Maret 2025. Akan tetapi, sampai saat ini belum ada kelanjutannya.
Salah seorang warga yang selama ini dengan lantang menyuarakan pengusutan tuntas kasus dugaan korupsi dan maladministrasi. Berdasarkan temuan Ombudsman RI, berinisial HL. Ia juga sebagai korban. Namun, kini mereka justru membungkam HL dan mengkriminalisasinya dengan tuduhan pelanggaran UU ITE dan pencemaran nama baik.
Menurut pengamatan KOMPAK INDONESIA, penyidik memaksakan perkara yang saat ini sedang mereka sidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Ini hanya merupakan upaya oknum penegak hukum untuk membungkam suara kritis masyarakat.
Seharusnya HL memperoleh perlindungan hukum, bukan dikriminalisasi dan diadili. KOMPAK INDONESIA meminta negara harus hadir dan membebaskan HL dari semua tuntutan hukum.
Sejak awal, pihak penegak hukum memaksakan proses perkara ini. Ini terlihat dari penyidikan oleh Mabes Polri, di mana terdapat 7 sprindik, 5 SPDP, dan lebih dari 3 kali terjadi bolak-balik perkara antara JPU dan penyidik. Oleh sebab itu, ia menulis bahwa kasus ini seharusnya sudah tidak layak untuk kita proses secara hukum.