Simak kronologi kasus korupsi Pasar Cinde, Palembang, yang kini menjadi sorotan publik. Kabar mengejutkan datang dari Palembang. Kejaksaan Tinggi Sumsel menetapkan dua tokoh penting Sumatera Selatan, Harnojoyo dan Alex Noerdin, sebagai tersangka. Mereka terseret dalam kasus korupsi revitalisasi Pasar Cinde. Kasus ini diperkirakan merugikan negara hingga Rp1 triliun.
Dikutip dari Kompas.com, Selasa (8/7/2025), kronologi kasus korupsi Pasar Cinde ini bermula pada tahun 2016. Saat itu, Pemerintah Provinsi Sumatra Selatan (Sumsel) mempersiapkan diri untuk Asian Games 2018. Mereka merencanakan revitalisasi Pasar Cinde. Pasar tersebut akan berubah menjadi pasar modern bertingkat 14 lantai.
Proyek ini dimulai pada Juni 2018. Namun, sayangnya, proyek tersebut tidak mengalami kemajuan signifikan. Kini, area Pasar Cinde yang seharusnya menjadi pasar modern malah mangkrak. Lokasinya dipenuhi semak belukar. Ratusan pedagang yang telah direlokasi ke sisi pasar pun kini nasibnya tidak jelas.
Beberapa hari lalu, tepatnya pada Rabu, 2 Juli 2025, penyidik menetapkan mantan Gubernur Sumsel, Alex Noerdin, sebagai tersangka dalam perkara yang sama. Penyidik melakukan penetapan ini berdasarkan pemeriksaan terhadap 74 saksi. Aspidsus Kejati Sumsel, Umaryadi, menyatakan bahwa tim penyidik juga telah mengumpulkan alat bukti yang cukup.
Kemudian, pada Senin, 7 Juli 2025, giliran penyidik resmi menetapkan mantan Wali Kota Palembang, Harnojoyo, sebagai tersangka. Setelah mereka memeriksa Harnojoyo di Kantor Kejati Sumsel, ia keluar dengan memakai rompi tahanan merah dan topi. Ia menunduk dan tidak banyak memberi pernyataan.
“Hari ini saya ditetapkan tersangka,” ujarnya singkat. “Ini mungkin salah satu bentuk saya sebagai pimpinan, tanggung jawab terkait dengan pembangunan Pasar Cinde, jadi saya mohon maaf ke warga Palembang.”
Umaryadi selaku Aspidsus Kejati Sumsel menjelaskan lebih lanjut kronologi penyelidikan yang mengantarkan Harnojoyo menjadi tersangka. Saat menjabat sebagai Wali Kota Palembang pada periode 2015-2018, Harnojoyo mengeluarkan Peraturan Wali Kota Palembang.
Peraturan ini mengenai pemotongan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Negara mengalami kerugian karena PT MB, milik tersangka R, bukan perusahaan yang bersifat kemanusiaan. Oleh karena itu, PT MB tidak seharusnya dikenakan diskon BPHTB.
Dari nilai BPHTB yang seharusnya mereka setor ke Pemkot Palembang sebesar Rp2,2 miliar, mereka hanya membayar Rp1,1 miliar. “Dari selisih itulah yang mereka bagikan kepada tersangka,” kata Umaryadi mengutip dari Sripoku.com.
Selain itu, Kejaksaan juga menemukan aliran dana yang Harnojoyo terima dari tersangka R. Tersangka R ini sudah penyidik tetapkan sebagai tersangka secara serentak. Penyidik melakukan penetapannya bersamaan dengan penetapan tersangka Alex Noerdin dalam kasus yang sama. Penyidik menemukan bukti aliran dana itu dari bukti elektronik. Umaryadi menambahkan bahwa tersangka Harnojoyo juga memerintahkan pembongkaran gedung Pasar Cinde Palembang.
Pasar Cinde, yang sebelumnya pemerintah tetapkan sebagai cagar budaya sejak tahun 2017, akhirnya mereka bongkar. Pekerja melakukan proses ini dalam revitalisasi yang penuh polemik.
Penyidik juga menemukan proses pengadaan mitra kerja sama tidak sesuai aturan. Pihak terkait bahkan menandatangani kontrak tanpa memenuhi ketentuan hukum yang berlaku. “Penandatanganan kontrak membuat bangunan Pasar Cinde yang berstatus sebagai cagar budaya sejak 2017 hilang,” ujar Umaryadi.
Kejaksaan juga mengungkap aliran dana mencurigakan. Dana ini berasal dari mitra kerja sama kepada pejabat terkait. Tujuannya adalah upaya mengurangi BPHTB. Selain itu, ada juga upaya untuk menghalangi penyidikan. Percakapan digital mengungkap adanya upaya mencari pihak yang bersedia “pasang badan”. Mereka dijanjikan imbalan hingga Rp17 miliar. Tujuannya adalah untuk dijadikan tersangka pengganti. “Tidak tertutup kemungkinan para tersangka dikenai pasal penghalangan penyidikan (obstruction of justice),” ujar Umaryadi.
Akibat proyek gagal ini, negara kemungkinan mengalami kerugian mencapai hampir Rp1 triliun. Jumlah ini mencakup nilai cagar budaya yang hilang, sebesar Rp892 miliar. Pihak terkait menambahkan dana masyarakat pembeli kios sebesar Rp43,6 miliar. Ada juga potensi pendapatan BPHTB yang tidak terealisasi sebesar Rp1,2 miliar. Jumlah tersebut masih bisa bertambah seiring audit dari BPKP yang masih berlangsung.
Dampak besar dari kasus ini juga lebih dari 100 pedagang rasakan langsung. Mereka telah membeli kios di Pasar Cinde pada tahun 2016. Total transaksi mencapai Rp40 miliar.
Salah satunya adalah Johan Tjahaja. Ia telah melunasi dua kios seharga Rp725 juta. Namun, kini ia tidak memiliki kejelasan status. “Saya sudah lunasi dua kios senilai Rp725 juta,” ujar Johan. “Tapi sekarang kami tidak tahu harus ke mana.”
Para pedagang ini merugi. Modal mereka habis, dan usaha mereka terpaksa gulung tikar. Kronologi kasus korupsi Pasar Cinde ini menjadi gambaran nyata bagaimana praktik korupsi merugikan negara dan rakyat secara langsung.