Polda Metro Jaya mengungkap seorang narapidana berinisial AN (40). Ia diduga melakukan dan mengendalikan prostitusi online anak dari balik jeruji Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Cipinang, Jakarta Timur. Pelaksana Harian (Plh) Kasubdit I Ditressiber Polda Metro Jaya AKBP Rafles Langgak Putra Marpaung dalam konferensi pers di Jakarta, Sabtu (19/7/2025), mengatakan, pengungkapan ini berawal dari tim patroli siber Polda Metro Jaya. Tim ini menemukan akun media sosial X yang mempromosikan dan membuat grup open BO Pelajar Jakarta dengan nama “Priti 1185”.
AN menggunakan ponselnya untuk menjual dua pelajar berinisial CG (16) dan AB (16) kepada lelaki hidung belang. Transaksi ini terjadi di salah satu hotel di Jakarta Selatan. “Dari korban tersebut, akhirnya kami mendapatkan informasi bahwa terdapat dua orang anak yang sudah menjadi korban eksploitasi dari pelaku inisial AN yang ia kendalikan dari Lapas Cipinang,” ia menjelaskan.
Menurut Rafles, tersangka sudah melakukan prostitusi online anak sejak Oktober 2023. Dalam seminggu, ia bisa melayani satu sampai dua kali para predator anak. “Jadi, AN adalah narapidana yang juga telah menjalani hukuman dengan tindak pidana yang sama. Sebelumnya, ia juga melakukan perdagangan orang terhadap anak,” katanya.
Rafles mengatakan, hakim memvonis AN dalam kasus itu sembilan tahun, dan ia sudah menjalani hukuman selama enam tahun. Oleh karena itu, pihaknya tidak bisa menghadirkan tersangka dalam kasus ini karena AN berada di Lapas atas kasus yang sama.
Menurut dia, setiap anak yang melayani tamunya akan mendapatkan upah sebesar Rp800 ribu sampai Rp1 juta, tergantung harga kesepakatan pelanggan. Biasanya, AN menawarkan anak di bawah umur sebesar Rp1,5 juta. Uang tersebut kemudian ia bagi dua dengan para korban. “Dari pelaku, kami sudah menyita barang bukti: handphone beserta akun-akun media sosial yang pelaku gunakan untuk mengiklankan dan mempromosikan anak-anak ini,” paparnya.
Penyidik mengenakan Pasal 45 ayat (1) juncto Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 kepada pelaku. Ini adalah undang-undang yang pemerintah ubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024. Tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pelaku terancam pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.
Lalu, Pasal 296 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Acara Pidana mengancamnya dengan pidana penjara paling singkat dua tahun dan paling lama tujuh tahun. “Kami kenakan juga Pasal 506 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Acara Pidana. Pidana penjara paling lama tiga tahun mengancamnya.” ia menambahkan.
Pengungkapan kasus ini terjadi berkat hasil kerja sama dan koordinasi Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya dengan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan RI (Ditjenpas Kemenimipas) dan Lapas Kelas I Cipinang.