Pledoi Tom Lembong: Bantah Korupsi Impor Gula, Soroti Perubahan Tuduhan Kejagung

Pengalaman berada di pihak oposisi menjadi awal bagi Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong saat menyampaikan pledoi dalam perkara dugaan korupsi impor gula. Dulunya, Menteri Perdagangan (Mendag) tersebut menyadari. Menjadi “lawan” terhadap penguasa dengan bergabungnya dia dalam tim sukses Anies Baswedan pada pemilihan presiden (Pilpres) 2024. Ada tanda bahwa ancaman hukum menghadangnya.

“Sinyal dari pemerintah sudah sangat jelas. Saya memutuskan untuk bergabung dengan oposisi, sehingga saya menghadapi ancaman hukuman,”. Ujarnya saat membacakan pembelaan atau pledoinya di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (9/7/2025).

Ancaman hukuman terhadapnya semakin jelas setelah surat perintah penyidikan (sprindik) kasus impor gula yang Kejaksaan Agung (Kejagung) keluarkan pada Oktober 2023.

Menurut Tom Lembong, Kejaksaan menerbitkan sprindik setelah ia secara resmi bergabung dengan tim pemenangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar bukanlah sekadar kebetulan.

“Semua pengamat jelas melihat sinyal tersebut ketika mereka mengeluarkan sprindik terhadap saya 1,5 tahun lalu. Sinyal itu juga jelas saat mereka menangkap dan memenjarakan saya, dua minggu setelah penguasa memperkuat kekuasaannya dengan pelantikan resmi di DPR,” kata Tom Lembong.

Kejagung Ganti Tuduhan: Kebijakan Hilirisasi Dipertanyakan

Melanjutkan pembelaannya, Tom Lembong menyatakan bahwa Kejaksaan Agung telah secara semena-mena mengubah tuduhan yang ditujukan kepadanya. Awalnya dalam konferensi pers pada 29 Oktober 2024, Kejaksaan Agung menyatakan bahwa tindakan yang ia lakukan merupakan pengambilan kebijakan yang merugikan negara.

Pada konferensi pers yang sama, Kejaksaan Agung juga menuduhnya serta sektor gula swasta telah merugikan para pengguna. Alasan Kejaksaan Agung pada saat itu adalah karena menjual gula yang diimpor dan diproses menjadi gula konsumsi, dengan harga yang lebih mahal dibandingkan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang telah ditentukan.

“Tetapi empat bulan setelahnya, dalam surat dakwaan yang jaksa penuntut keluarkan terhadap saya. Kejaksaan ‘menggeser gawang’ dengan sepenuhnya mengganti kedua tuduhan tersebut dengan tuntutan yang baru,” katanya

Pertama, kebijakan yang ia ambil serta tindakan dari industri gula swasta dinilai telah menyebabkan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) harus membayar harga yang terlalu tinggi untuk gula putih yang PPI beli dari industri gula swasta. Ini terjadi guna mengatasi ketidakstabilan harga gula nasional.

Kedua, industri gula swasta memilih untuk mengimpor bahan baku gula mentah alih-alih barang jadi berupa gula putih. Akibatnya, kebijakan ini serta tindakan yang industri gula swasta ambil dinilai menyebabkan kerugian bagi negara, karena impor bahan baku dikenai tarif bea masuk yang lebih rendah dibandingkan impor barang jadi.

“Menyebarkan bea masuk yang lebih rendah, menurut Kejaksaan Agung dan BPKP, menyebabkan kerugian negara. Karena Bea Cukai seharusnya mampu memungut bea masuk yang lebih besar, jika saja industri gula swasta mengimpor barang jadi dan bukan bahan baku industri,” katanya

Berdasarkan hal tersebut, Tom Lembong berpendapat bahwa Mahkamah menyatakan seluruh kebijakan hilirisasi industri di Indonesia sebagai aktivitas yang ilegal atau melanggar hukum, jika mengakui bahwa memilih impor bahan baku daripada barang jadi merupakan tindak pidana.

Menggeser Gawang: Perubahan Perhitungan Kerugian Negara

Berikut adalah kalimat yang Anda minta dalam bentuk aktif:

Selain dua isu yang Tom Lembong sebutkan sebelumnya, ia juga menyampaikan tindakan Kejaksaan Agung yang mengubah posisinya terkait perkara impor gula.

Pertama, Kejaksaan Agung tidak lagi menyertakan “keuntungan usaha yang industri swasta peroleh yang seharusnya menjadi keuntungan BUMN” sebagai alasan bagi industri gula swasta. Ini menyebabkan PT PPI terpaksa membayar harga yang terlalu tinggi dan menggunakan sebagian bea masuk dengan memilih impor barang yang memiliki tarif lebih rendah, yaitu bahan baku.

Kedua, besarnya kerugian negara berubah, mulai dari Rp400 miliar yang mereka ungkapkan pada 9 Oktober 2024, menjadi Rp578 miliar.

“Bukan karena adanya bukti baru yang menunjukkan bahwa kerugian yang dituduhkan ternyata lebih besar setelah penyelidikan lanjutan. Tapi karena kejaksaan dan/atau BPKP mengubah dasar perhitungan kerugian negara. Ini adalah bergesernya batas waktu antara tanggal saya ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan, serta tanggal empat bulan kemudian, yakni saat surat dakwaan saya diterbitkan,” kata Tom Lembong.

Ketiga, Tom Lembong mengakui tidak mampu mengetahui bagaimana Kejagung dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melakukan perubahan terhadap dasar penghitungan kerugian negara yang dituduhkan. Pasalnya, kejaksaan tidak pernah menyampaikan laporan audit BPKP saat menuntut. Menurutnya, ini merupakan pelanggaran berat terhadap haknya sebagai terdakwa.

Setelah 13 kali persidangan, tim audit BPKP akhirnya menyerahkan dokumen kepada majelis hakim dan pihak kuasa hukumnya. “Dan hal ini terjadi setelah seluruh saksi fakta telah selesai diperiksa dalam persidangan. Oleh karena itu, baik majelis hakim maupun kami para terdakwa dan penasihat hukum, tidak lagi dapat mengajukan beberapa ketidakwajaran yang muncul dalam audit BPKP kepada saksi fakta tersebut,” kata Tom Lembong.

Tom Lembong juga menyoroti sikap Kejaksaan dan BPKP yang menolak menunjukkan dokumen laporan auditor BPKP yang mengaudit kasusnya. Meskipun terdapat berbagai ketidakwajaran dan kesalahan matematis dalam laporan tersebut.

“Dan saya menyesali bahwa majelis hakim tidak dapat mengabulkan permohonan kuasa hukum saya untuk menerbitkan sebuah keputusan yang memaksa auditor BPKP menunjukkan dokumen-dokumen audit perkara kepada persidangan. Karena jelas dokumen tersebut akan sangat membantu mengungkapkan kebenaran dalam persidangan ini,” kata Tom Lembong.

Kemudian, ia menilai tuduhan kedua dari Kejaksaan Agung yang menyebut dirinya telah merugikan konsumen benar-benar hilang dari perhitungan kerugian negara dalam surat dakwaan. Meskipun demikian, jaksa penuntut umum tetap menyebutkan dalam surat dakwaan. Bahwa gula putih yang dihasilkan dari kebijakannya dijual kepada konsumen dengan harga melebihi HET yang pemerintah tentukan.

“Padahal sebagai Menteri teknis yang berwenang, saya tidak pernah mengeluarkan kebijakan HET selama masa jabatan saya. Dan Kejaksaan maupun pihak penuntut di persidangan tidak pernah menunjukkan bukti adanya kebijakan HET yang berlaku pada masa perkara saya yaitu tahun 2015-2016,”. Kata Tom Lembong.

Tom Lembong Bantah Terima Aliran Dana, Soroti Pihak yang Menghilang

Pada sidang tersebut, Tom Lembong juga menyatakan bahwa dirinya tidak menerima aliran dana saat masih menjabat sebagai Menteri Perdagangan dalam kasus dugaan korupsi impor gula. Bahkan sejak awal, Kejaksaan Agung tidak pernah menuduhnya menerima apa pun. Dalam bentuk apa pun, dari siapa pun, dan kapan pun.

“Bukan sebelum saya menjabat, bukan saat saya menjabat, dan bukan setelah saya menjabat. sebagai Menteri Perdagangan Republik Indonesia.” tegas Tom Lembong.

Justru sebaliknya, ia mengatakan bahwa kasusnya aneh karena ada pihak yang diuntungkan dari impor gula, tetapi menghilang dalam dakwaan. Tom Lembong mengatakan, dalam berkas perkara dan berkas pemeriksaan Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI). Soemitro, terdapat keterlibatan PT Adikarya Gemilang yang juga terlibat dalam impor gula.

Mereka melakukan impor dengan bekerja sama bersama APTRI cabang Jawa Tengah dan Lampung. “Tetapi, setelah jaksa menerbitkan surat dakwaan pada 25 Februari 2015, nama PT Adikarya Gemilang dan APTRI Jawa Tengah serta APTRI Lampung menghilang dari perkara.” kata Tom Lembong.

Bukan hanya dari tuduhan, nama perusahaan tersebut juga menghilang dari surat tuntutan yang jaksa bacakan pada Rabu lalu. “PT Adikarya Gemilang dan APTRI Jawa Tengah serta APTRI Lampung masih tetap tidak terlibat dalam perkara tersebut,” kata Tom Lembong.

Kemungkinan lainnya adalah belum ada tersangka dari Induk Koperasi Kartika (Inkopkar) milik TNI Angkatan Darat, Induk Koperasi Kepolisian RI (Inkoppol). Pusat Koperasi Kepolisian Republik Indonesia (PUSKOPOL), serta Satuan Koperasi Kesejahteraan Pegawai (SKKP) TNI-Polri.

“Tetapi, belum ada tersangka dari pihak INKOPKAR, KKP TNI-POLRI, dan APTRI DPD Jawa Tengah serta APTRI DPD Lampung, seperti yang ada pada PT PPI yaitu Bapak Charles Sitorus,” kata Tom Lembong.

AI Nyatakan Tak Bersalah, Tom Lembong Bukan Pahlawan

Tom Lembong dalam membacakan pledoi menyentuh perkembangan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). Tom Lembong menyampaikan, AI mengaku tidak bersalah ketika seseorang menanyainya dan memerintahkannya untuk mengevaluasi kasus dugaan korupsi impor gula berdasarkan fakta persidangan yang tersedia.

“Lalu pada saat itu, kecerdasan buatan akan menjawab, ‘Berdasarkan ribuan halaman dokumen, berita acara pemeriksaan, transkrip persidangan, kumpulan aturan dan perundang-undangan yang berlaku, kita dapat menyimpulkan bahwa Thomas Lembong, Charles Sitorus, serta sembilan individu dari sektor institusi gula swasta tidak bersalah.” kata Tom Lembong.

Berdasarkan jawaban dari AI tersebut, Tom Lembong menganggap bahwa pihaknya mungkin akan mempertanyakan integritas penegakan hukum dalam beberapa tahun mendatang. Sebabnya, masyarakat bisa menemukan jawaban yang objektif melalui kecerdasan buatan yang semakin berkembang setiap hari.

“Seluruh dunia dapat dengan mudah menemukan penilaian yang benar-benar objektif terhadap kita semua dalam kasus ini berkat kecerdasan buatan,”. Kata Tom Lembong.

“Lalu saya berpikir, apakah saya akan kalah dari AI, kecerdasan mesin dalam membela kebenaran. AI merupakan sebuah alat yang tidak memiliki jiwa dan dengan demikian tidak akan menghadapi perhitungan di akhirat,” tambahnya.

Bukan Malaikat, Bukan Pahlawan: Perjuangan Tom Lembong untuk Keadilan

Menutup pidatonya, Tom Lembong menyampaikan bahwa saat ini terlalu banyak pemimpin yang menghadapi ancaman, sehingga langsung menyerah dan kalah. Tom Lembong juga menyatakan bahwa dirinya bukanlah pahlawan atau malaikat.

“Saya bukan malaikat, bukan pahlawan, dan bukan manusia yang sempurna. Saya justru seorang manusia yang penuh dengan kekurangan. Namun saya hanyalah warga biasa yang secara kebetulan mendapatkan banyak rezeki selama hidup saya,” kata Tom Lembong.

Tom Lembong mengakui masyarakat Indonesia yang penuh keberanian dalam menghadapi aparat guna memperjuangkan hak, kebenaran, dan keadilan, menginspirasi ia. Jelasnya, ia setia pada masyarakat yang memiliki hati nurani yang luar biasa.

“Jika saya sendiri, yang telah menerima banyak kekayaan dalam hidup, tidak mampu setia pada kebenaran dan keadilan. Bagaimana kita bisa berharap orang lain masih mampu mempertahankan kebenaran dan keadilan?” kata Tom Lembong.

Tom Lembong menyelesaikan pembelaannya dengan harapan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta dapat memastikan keadilan dalam kasus korupsi yang menimpanya. “Saya mengajukan permohonan, agar Majelis Hakim memberi kebebasan kepada saya dari semua tuntutan jaksa penuntut umum,” ujar Tom Lembong.

Dalam perkara ini, jaksa mengajukan permohonan kepada majelis hakim agar menyatakan Tom bersalah atas tindakan melanggar hukum dengan menerbitkan 21 persetujuan impor dalam kasus dugaan korupsi impor gula.

Harapan Anies Baswedan atas Kasus Tom Lembong

Setelah menyaksikan Tom Lembong membacakan pledoi. Anies menyebut bahwa masyarakat global juga mengawasi kasus dugaan korupsi impor gula yang menimpa Tom Lembong. Oleh karena itu, Anies berharap keputusan dari majelis hakim kelak dapat membangun kepercayaan dunia internasional terhadap sistem hukum di Indonesia. Ia juga berharap, keputusan tersebut mampu meningkatkan kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap penerapan hukum.

“Jangan sampai keputusannya membuat Indonesia semakin tidak orang percaya.” kata Anies.

Sosok mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut juga menyampaikan. Tom Lembong menyampaikan pesan bahwa ia tetap mencintai Indonesia, meskipun menghadapi berbagai tantangan.

“Kami berharap majelis hakim nantinya akan membuat keputusan secara adil, objektif, dan memberikan kepastian hukum bagi semua,”. Kata calon presiden (capres) nomor urut 1 dalam Pemilu 2024.

Dalam kasus dugaan korupsi impor gula ini, jaksa mengajukan permohonan kepada majelis hakim. Agar menyatakan Tom bersalah atas tindakan melanggar hukum dengan menerbitkan 21 izin impor. Jaksa menganggap tindakan tersebut merugikan keuangan negara sebesar Rp578 miliar, termasuk memberi keuntungan kepada para pengusaha gula swasta. Jaksa kemudian menuntut Tom dengan hukuman 7 tahun penjara. Serta menambahkan denda sebesar Rp750 juta yang mereka ikuti dengan hukuman kurungan selama 6 bulan.

Atas tindakannya, Tom Lembong terkena ancaman hukuman yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 bersama Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like
Bursa Transfer Panas: Arsenal Tawar Noni Madueke £50 Juta, Chelsea Incar Keuntungan Berlipat

Bursa Transfer Panas: Arsenal Tawar Noni Madueke £50 Juta, Chelsea Incar Keuntungan Berlipat

Pendaftaran PPPK Kejaksaan RI 2025: Formasi Nakes Dibuka, Cek Syaratnya!

Pendaftaran PPPK Kejaksaan RI 2025: Formasi Nakes Dibuka, Cek Syaratnya!

Drama Sidang Nikita Mirzani: JPU Tolak Eksepsi, Ketidakhadiran Reza Gladys Jadi Sorotan

Drama Sidang Nikita Mirzani: JPU Tolak Eksepsi, Ketidakhadiran Reza Gladys Jadi Sorotan

Perubahan Nama Liga 1 Menjadi Super League: Analisis Dampak pada Brand Equity Sepak Bola Indonesia

Perubahan Nama Liga 1 Menjadi Super League: Analisis Dampak pada Brand Equity Sepak Bola Indonesia

HYDROPLUS Piala Pertiwi U14 & U16 2025 All Stars: Hari Ketiga Penuh Kejutan dan Tekad Sengit

HYDROPLUS Piala Pertiwi U14 & U16 2025 All Stars: Hari Ketiga Penuh Kejutan dan Tekad Sengit

Masa Depan Andre Onana di Manchester United Dipertanyakan: Harga £30 Juta dan Minat AS Monaco

Masa Depan Andre Onana di Manchester United Dipertanyakan: Harga £30 Juta dan Minat AS Monaco