Di penghujung tahun 2024, pemerintah Indonesia, melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, memutuskan untuk membatalkan rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12%. Keputusan ini semula dijadwalkan berlaku mulai 1 Januari 2025. Alasan yang disampaikan adalah menjaga daya beli masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif.
Namun, langkah ini menuai berbagai tanggapan dan menyisakan pertanyaan mengenai konsistensi kebijakan pemerintah.
Perubahan mendadak dalam kebijakan ini menciptakan ketidakpastian di kalangan masyarakat dan pelaku usaha. Banyak yang telah mempersiapkan diri untuk penyesuaian tarif PPN, namun harus kembali merancang ulang strategi mereka. Kondisi ini dapat berdampak pada terganggunya stabilitas ekonomi dan kepercayaan publik terhadap arah kebijakan pemerintah.
Dunia usaha, khususnya, menghadapi risiko besar ketika kebijakan pajak berubah secara tiba-tiba. Ketidakpastian semacam ini dapat mengurangi minat investasi dan memperlambat pertumbuhan ekonomi yang seharusnya menjadi prioritas.
Pemerintah menyatakan bahwa pembatalan ini bertujuan melindungi daya beli masyarakat, terutama di tengah situasi ekonomi global yang belum stabil. Namun, pertanyaan yang muncul adalah: Mengapa pemerintah tidak mempertimbangkan faktor ini sejak awal? Bukankah kondisi ekonomi global sudah dapat diprediksi jauh sebelum rencana kenaikan tarif diumumkan?
Keputusan mendadak ini menunjukkan perlunya perbaikan dalam proses perumusan kebijakan. Sebuah kebijakan pajak yang strategis memerlukan analisis mendalam, konsultasi dengan para ahli, serta sosialisasi yang baik kepada masyarakat dan pelaku usaha.
Keputusan pembatalan kenaikan PPN ini mendapat sambutan positif dari masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah. Banyak yang merasa lega karena tidak harus menanggung beban tambahan di tengah tekanan ekonomi. Pelaku usaha juga mengapresiasi langkah ini sebagai bentuk kepedulian pemerintah terhadap keberlanjutan bisnis mereka.
Namun, apresiasi ini tidak serta-merta menghilangkan pertanyaan besar mengenai konsistensi arah kebijakan fiskal. Ketidakpastian yang muncul dapat berdampak pada menurunnya kepercayaan publik terhadap pemerintah, terutama jika perubahan kebijakan terus dilakukan tanpa perencanaan yang matang.
Keberhasilan suatu kebijakan sangat bergantung pada konsistensi dan kejelasan arah yang ditetapkan. Dalam konteks ini, perubahan mendadak kebijakan PPN bisa diibaratkan sebagai seorang nahkoda kapal yang mengubah haluan secara tiba-tiba tanpa memberi tahu awak dan penumpang. Akibatnya, perjalanan menjadi kacau dan menimbulkan kebingungan.
Untuk mencegah hal serupa di masa depan, pemerintah perlu meningkatkan proses perencanaan dan komunikasi kebijakan. Konsultasi dengan pemangku kepentingan dan sosialisasi yang memadai harus menjadi langkah prioritas sebelum kebijakan baru diumumkan.
Keputusan pembatalan kenaikan PPN menunjukkan upaya pemerintah untuk melindungi daya beli masyarakat. Namun, di sisi lain, ketidakpastian akibat perubahan kebijakan yang mendadak perlu diatasi untuk menjaga stabilitas ekonomi dan kepercayaan publik. Kebijakan yang konsisten, jelas, dan proaktif akan menjadi kunci dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif.