Pasar kripto mengawali bulan Juli dengan lonjakan harga yang mengejutkan. Namun, ketidakpastian geopolitik tetap membayangi. Bitcoin (BTC) mencetak harga tertinggi dalam tiga minggu terakhir. BTC menyentuh $109.600 atau sekitar Rp1,77 miliar (kurs dolar AS Rp16.213) pada Kamis (3/7). Angka ini hanya sekitar 2% dari rekor tertinggi sepanjang masanya di $111.814 yang tercapai pada Mei lalu.
Namun, reli ini terjadi di tengah sentimen pasar yang beragam menjelang batas waktu penting kebijakan perdagangan Amerika Serikat. Presiden AS Donald Trump telah menegaskan tidak akan memperpanjang tenggat negosiasi perdagangan pada 9 Juli. Ia berencana menerapkan tarif tambahan jika tidak ada kesepakatan yang tercapai.
Ketika ditanya apakah akan menunda kebijakan tarif, Trump menjawab, “Saya rasa saya tidak perlu melakukannya.” Pemerintahannya terus menggunakan tarif sebagai alat negosiasi perdagangan yang agresif. Khususnya dalam pembicaraan dengan Jepang yang belum menghasilkan kesepakatan final.
Lonjakan pasar terjadi saat Trump juga memuji perjanjian perdagangan baru dengan Vietnam. Perjanjian ini disebut akan membuka akses yang lebih luas bagi produsen Amerika. Namun, pernyataan tersebut belum cukup meredakan kekhawatiran pasar terhadap ketegangan yang mungkin meningkat jika kesepakatan dagang lainnya gagal tercapai.
Ancaman tarif tambahan ini telah menimbulkan keresahan di pasar global. Ini turut memengaruhi pasar kripto yang sebelumnya sempat melemah. “Tekanan geopolitik terkait tarif, terutama menjelang batas waktu negosiasi pada 9 Juli, sempat menimbulkan turbulensi di pasar kripto,” kata Analis Tokocrypto, Fyqieh Fachrur, dalam keterangan resminya, Kamis (3/7).
Namun di sisi lain, Fyqieh menilai ketidakpastian makro justru memicu aksi beli spekulatif. Khususnya pada altcoin, sebagai bentuk diversifikasi dan lindung nilai terhadap ketidakpastian ekonomi.
Meskipun begitu, secara historis Juli adalah bulan yang cenderung positif bagi Bitcoin (BTC). Rata-rata kenaikan bulanan sekitar 8,09% terjadi pada bulan ini. Dalam konteks ini, awal bulan yang kuat berpotensi membuka jalan bagi reli lanjutan. Meski pasar masih berisiko mengalami penurunan jangka pendek sebelum rebound ke kisaran $110.000 atau lebih tinggi.
“Reli altcoin saat ini menunjukkan bahwa pasar mulai mencari peluang di luar dominasi Bitcoin (BTC). Ini didorong harapan terhadap pelonggaran suku bunga The Fed dan potensi arus modal institusi ke aset digital,” tambah Fyqieh.
Menurutnya, jika BTC mampu menembus resistance dan mempertahankan momentumnya, kuartal III berpeluang menjadi periode eksplosif seperti siklus pasca-halving sebelumnya. Data historis mendukung optimisme tersebut. Setiap tahun pasca-halving seperti 2013, 2017, dan 2021, kuartal ketiga menjadi titik awal reli besar Bitcoin (BTC), yang pada akhirnya membawa harga ke level tertinggi baru.
Sementara itu, analis seperti Geoff Kendrick dari Standard Chartered juga memperkirakan tren naik akan berlanjut. Bank tersebut memproyeksikan harga Bitcoin (BTC) mencapai $135.000 pada akhir kuartal III dan $200.000 pada akhir tahun 2025. Ini seiring meningkatnya partisipasi institusi dan sentimen positif terhadap ETF kripto.
Meski demikian, investor tetap disarankan mencermati risiko jangka pendek dari sisi geopolitik dan makroekonomi. Ini termasuk ketegangan tarif AS dan ketidakpastian global yang sedang berlangsung.
“Pasar saat ini berada di persimpangan penting. Di satu sisi, ada tekanan tarif dan gejolak makro, tapi di sisi lain, kekuatan historis dan fundamental bullish pasca-halving tidak bisa kita abaikan,” jelas Fyqieh.
Dengan kombinasi volatilitas eksternal dan momentum teknikal yang kuat, kami memperkirakan pasar kripto akan tetap dinamis sepanjang Juli. Bulan ini bisa menjadi awal dari reli baru atau koreksi sehat sebelum kenaikan berikutnya.