Merasa Emosi Meledak? Saatnya Kenali Pembajakan Amigdala dalam Pikiranmu

Diaksara, 28 Maret – Pernah nggak sih kamu tiba-tiba kaget sendiri karena reaksi emosional yang super heboh, baik itu dari diri sendiri atau orang lain karena sebuah pertanyaan atau komentar yang sebenarnya bisa ditangani lebih tenang? Itu sebenarnya respon biologis loh, beneran deh. Ilmiahnya, kejadian kayak gini disebut sebagai ‘pembajakan amigdala‘.

Jadi gini, amigdala itu adalah bagian kecil tapi penting di otak kita yang berfungsi sebagai pusat emosi. Biasanya, otak bekerja dengan cara ini: Talamus (sistem pemrosesan pusat) menerima data, lalu mengirimkannya ke korteks frontal (pusat logika dan akal) sebelum akhirnya sampai ke amigdala.

Namun, kadang amigdala berusaha mencari pola dari pengalaman masa lalu kita yang penuh trauma saat menerima data dari korteks frontal. Secara biologis, menghindari pengalaman menyakitkan itu memang ide yang bagus. Tapi, terkadang amigdala kita agak kelewatan. Dalam mencari pola, amigdala bisa jadi ‘nyolong’ data langsung dari talamus, lewat korteks frontal, dan tiba-tiba… boom, emosi kita dibajak!

Amigdala kita nggak kasih kita kesempatan untuk mikir dulu sebelum merasa. Ia langsung beraksi untuk melindungi kita dari bahaya. Dan emosi kita bisa jadi kacau balau.

Cuma karena situasi serupa dengan pengalaman stres atau trauma di masa lalu, nggak berarti akan traumatis juga kali ini. Seharusnya korteks frontal bisa bilang ke amigdala kalau itu aman, jika saja amigdala kita mau mendengarkan. Sayangnya, amigdala kita mikir kita lagi dalam bahaya besar, jadi reaksi kita terhadap apa yang terjadi jadi nggak proporsional sama sekali.

Cara mengambil kendali dari ‘pembajakan amigdala’

Ketika reaksi nggak proporsional ini terjadi pada kamu — dan karena kamu manusia, pasti akan terjadi — ada cara sederhana untuk menenangkan bagian otak yang terlalu protektif ini, yaitu amigdala.

  • Langkah 1: Berhenti dan Ambil Paus
    Meski tubuh dan otak kamu teriak-teriak, perhatikan apa yang terjadi dan berhenti sejenak dengan mengambil nafas dalam yang perlahan sambil mengaktifkan perutmu. Perhatikan sinyal fisik dari tubuhmu dan kelola dirimu sebelum berinteraksi dengan orang lain. Ini bukan tentang menahan atau menghentikan kemarahan, tapi memberi jeda dan memberinya nama sehingga kamu bisa mengungkapkannya secara efektif, yang mungkin berarti menjauh untuk beberapa waktu.
  • Langkah 2: Jadi Penasaran
    Buka jalur antara amigdala dan korteks frontal kamu, dan biarkan diri kamu untuk berpikir serta merasakan. Berhenti dan menjadi penasaran memberikan ruang yang kamu butuhkan untuk melewati kemarahanmu dengan cara yang lebih sehat dan produktif.

Setelah kamu mengerti apa yang mendorong kemarahanmu, kamu memiliki kesempatan untuk bertemu dengan dirimu sendiri dengan kebaikan dan belas kasihan. Namun, bahkan jika kamu hanya mengatasi sumber kemarahan saat ini, kamu akan lebih baik hanya dengan mengetahui dan memahami mengapa kamu merasa seperti itu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like
Kenapa Ilmu Pengetahuan Bikin Kita Merasa Bodoh? Dan Kenapa Itu Hal yang Bagus

Kenapa Ilmu Pengetahuan Bikin Kita Merasa Bodoh? Dan Kenapa Itu Hal yang Bagus

Masalah Perpajakan di Indonesia: Temuan Bank Dunia

Masalah Perpajakan di Indonesia: Temuan Bank Dunia

Rumah: Memahami Konsep Lebih dari Sekadar Tempat Tinggal

Rumah: Memahami Konsep Lebih dari Sekadar Tempat Tinggal

Autophagy: Mengapa Puasa Bisa Memperpanjang Umur

Autophagy: Mengapa Puasa Bisa Memperpanjang Umur

Beda Maag dan Asam Lambung: Kenali Gejala dan Penanganannya

Beda Maag dan Asam Lambung: Kenali Gejala dan Penanganannya

Badan Sungai yang Berubah-Ubah: Dampak bagi Permukiman

Badan Sungai yang Berubah-Ubah: Dampak bagi Permukiman