Selama bertahun-tahun, masyarakat Indonesia telah terjebak dalam pola pikir yang menempatkan daya saing sebagai kunci utama menuju kesuksesan. Pergantian tahun sering kali menjadi momen untuk memperkuat seruan ini. Namun, apakah benar kesuksesan selalu tentang mengalahkan orang lain? Atau ada cara lain yang lebih sehat dan mendalam untuk mencapai tujuan kita? Salah satu alternatif yang patut dipertimbangkan adalah konsep surpetisi, sebuah paradigma yang menggeser fokus kompetisi dari “melawan orang lain” menjadi “melawan diri sendiri.”
Konsep daya saing sering kali identik dengan pembandingan satu individu dengan individu lain. Dalam praktiknya, ini memunculkan situasi di mana seseorang harus “mengalahkan” orang lain untuk dianggap sukses. Baik di dunia pendidikan, keluarga, maupun perusahaan, tekanan untuk menjadi lebih baik daripada orang lain sering kali membuat individu terjebak dalam perlombaan tanpa akhir.
Pakar kreativitas Edward de Bono memperkenalkan konsep surpetisi, yang menggantikan paradigma kompetisi eksternal dengan kompetisi internal. Surpetisi mengajarkan kita untuk fokus pada capaian pribadi di masa lalu sebagai tolok ukur perbaikan.
Konsep Appreciative Inquiry yang dikembangkan oleh Whitney & Bloom mendukung gagasan surpetisi. Pendekatan ini menekankan pada pengembangan kekuatan yang sudah ada, alih-alih memperbaiki kelemahan secara terus-menerus.
Aspek | Daya Saing | Surpetisi |
---|---|---|
Fokus | Mengalahkan orang lain | Mengalahkan diri sendiri |
Pendekatan | Membandingkan individu secara langsung | Membandingkan capaian pribadi di masa lalu |
Tujuan Utama | Menjadi yang terbaik di antara orang lain | Menjadi versi terbaik dari diri sendiri |
Efek pada Diri | Stres, tekanan sosial | Motivasi, pengembangan potensi |
Pergantian waktu sering dianggap momen spesial untuk introspeksi, tetapi sebenarnya setiap hari adalah kesempatan untuk evaluasi diri. Setiap pagi memberi peluang untuk bertanya:
Perubahan tidak harus menunggu akhir tahun. Setiap detik, menit, dan jam adalah momen terbaik untuk membangun versi terbaik dari diri kita.
Daya saing, ketika difokuskan pada kompetisi antarmanusia, cenderung menciptakan tekanan sosial dan emosional yang tidak sehat. Konsep surpetisi menawarkan paradigma baru yang lebih sehat dan manusiawi. Dengan berkompetisi melawan diri sendiri dan berfokus pada potensi pribadi, individu dapat mencapai kesuksesan tanpa harus merendahkan atau mengalahkan orang lain. Pergantian waktu, dalam hal ini, adalah pengingat untuk terus berkembang, bukan dibandingkan.
Mari kita jadikan setiap hari sebagai momen untuk merayakan keunikan diri dan membangun versi terbaik dari diri kita sendiri.